Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese English French German Spain Italian Dutch
ISI KOMENTAR DI BAWAH POSTING SEKECIL APAPUN SANGAT BERARTI BAGI BLOG INI TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA...

Selasa, 27 April 2010

Mitos Nyi Pohaci/Sanghyang Asri/Dewi Sri

Mitos Nyi Pohaci
Oleh Prof. Drs. JAKOB SUMARDJO.

SIAPA yang tidak mengenal mitologi Nyi Pohaci di Jawa Barat ini? Orang mungkin telah kenal ceritanya, kulitnya, tetapi apa yang ada di balik cerita itu sudahkah dikenalnya? Seperti halnya mitologi umat manusia di mana pun, mitologi Sunda mengandung pula filsafat atau struktur pemikiran di dalamnya.

Mitologi ini menjawab pertanyaan sangkanparan, asal-usul atau genesis ekologi Sunda tempat nenek moyang- orang Sunda dahulu hidup. Tentu saja mitologi ini banyak versinya untuk setiap wilayah Sunda. Di sini hanya akan dipakai tiga sumber tertulis saja, yakni Pantun Sulanjana (transkripsi Ajip Rosidi), Wawacan Nyi Pohaci (versi Bandung), Wawacan Pohaci Terus Dangdayang (versi Bandung). Saya kira versi-versi lain akan mirip dengan ketiga sumber tersebut, meskipun tetap ada perbedaan- perbedaan, pola dasarnya akan tetap sama.


Siapakah Nyi Pohaci yang termasyhur itu?

Nyi Pohaci tidak dilahirkan oleh siapa pun. Ia berasal dari sebutir telur. Dan telur itu semula berasal dari tetesan air mata Dewa Naga Anta (dunia bawah). Pada awalnya Dewa Guru (dunia atas) mau membangun istananya. Semua dewa bergotong royong membangun Bale Mariuk - Gedong Sasaka Domas. Hanya Naga Anta tidak dapat ikut membangun, karena tidak punya tangan untuk bekerja.

Batara Narada, wakil Dewa Guru, memarahi habis-habisan Naga Anta. Sang Naga menangis oleh keterbatasan kodratinya, mau tetapi tidak mampu. Dalam menangis itu Naga Anta meneteskan tiga air mata. Tetesan itu serta merta berubah menjadi tiga butir telur. Ketiga telur itu dibawa Naga Anta kepada Dewa Guru dengan cara digigit. Di tengah jalan ia ditegur Elang, tetapi tidak dijawab, karena mulutnya menggigit tiga telur. Elang marah dan menyambar Naga Anta, akibatnya dua telur jatuh di bumi dan menjadi Kakabuat dan Budug Basu (semacam babi hutan). Hanya sebutir telur sampai di depan Dewa Guru.

Setelah Naga Anta disuruh mengeraminya, maka dari telur itu keluarlah seorang bayi perempuan yang cantik, dinamai Nyi Pohaci. Bayi disusui sendiri oleh istri Dewa Guru, Dewi Umah. Setelah Nyi Pohaci remaja, Dewa Guru bermaksud memperistrinya. Akan tetapi Nyi Pohaci jatuh sakit dan mati. Oleh Dewa Guru, mayat Nyi Pohaci diperintahkan untuk dikubur di dunia tengah (tempat tinggal manusia).

Dari kuburan Nyi Pohaci muncullah macam tanaman yang amat berguna bagi manusia Sunda.

Kepalanya menjadi pohon kelapa.

Mata kanannya menjadi padi biasa (putih).

Mata kirinya menjadi padi merah.

Hatinya menjadi padi ketan.

Paha kanan menjadi bambu aur.

Paha kiri menjadi bambu tali.

Betisnya menjadi pohon enau.

Ususnya menjadi akar tunjang.

Rambutnya menjadi rumputan.

Pendek kata, semua tumbuhan yang amat dibutuhkan masyarakat Sunda berasal dari tubuh Nyi Pohaci.

Tetapi segala tanaman tadi selalu dirusak oleh Kalabuat dan Budug Basu.

Untunglah Yang Maha Wenang menciptakan Jaka Sadana (Sulanjana), Sri Sdana, dan Rambut Sadana, yang juga disebut Talimenar dan Talimenir, yang berasal dari tiga tetes air matanya.

Ketiganya bertugas memelihara segala tanaman yang dibutuhkan masyarakat Sunda tersebut (pantun Sulanjana). Dewa Guru memerintahkan Batara Semar untuk mengembangbiakkan tanaman-tanaman itu di Kerajaan Pajajaran.

Begitulah inti mitologi itu. Jadi Nyi Pohaci adalah berkah hidup masyarakat Pajajaran. Dari kematiannya tumbuh kehidupan. Tanpa Nyi Pohaci, masyarakat Sunda tidak memperoleh sumber kehidupannya. Itulah sebabnya masyarakat Sunda di zaman pertaniannya dulu amat menghormati Nyi Pohaci.

Pola pikir Sunda Di mana letak segi rasionalitasnya? Pikiran orang modern membutuhkan pola pikir Sunda di balik mitologi itu. Rasionalitas dari mitologi itu terletak pada pola tritangtu Sunda. Pola tiga ini banyak hadir dalam realitas kesadaran masyarakat Sunda untuk memaknai realitas faktual ruang Sunda. Pola hubungan tiga ini ada dalam pengaturan kampungnya, pengaturan rumah tinggalnya, pengaturan ekologinya (leuweung, lembur laut), pola tenunnya, pola peralatannya, dan banyak lagi.

Dasar dari semuanya ini adalah pola kosmiknya yang holistik. Ada langit (dunia atas), ada bumi (dunia bawah) dan ada dunia manusia (dunia tengah). Ketiganya membentuk kesatuan tiga, yang kalau digambarkan secara modern akan berbentuk segitiga sama kaki. Di puncak segitiga adalah dunia atas (langit), dan di dasar segitiga ada dunia bawah (bumi) dan dunia tengah (manusia di atas bumi).

Kampung Baduy rupanya dipasang dalam pola tiga kosmik ini. Kampung Cikeusik adalah dunia atas (langit, di puncak segi tiga) Cikertawana (dunia tengah) dan Cibeo (dunia bawah), keduanya di dasar segi tiga.

Begitu pula rumah Sunda buhun dibangun dalam pola ini. Atap (dunia atas, biasanya arah atap ke hulu dan hilir atau arah atas dan arah bawah), tempat tinggal keluarga (dunia tengah) dan kolong rumah (dunia bawah).

Dalam mitologi Nyi Pohaci kita di atas, pola ini tetap dipakai.

Dari mana asal segala tumbuhan keperluan hidup para petani Sunda di zaman dulu? Dari tubuh Nyi Pohaci.

Dari mana asal Nyi Pohaci? Ternyata dari dunia bawah, dibawa ke dunia Atas, baru diturunkan di dunia tengah manusia Sunda (Buana Panca Tengah).

Nyi Pohaci "lahir" dari sebutir telur bersamaan dengan dua butir telur yang lain. Dari tiga telur akibat penderitaan Naga Anta itu (menangis) hanya satu telur yang sampai di dunia atas (Dewa Guru). Dua telur yang lain jatuh di bumi manusia (dunia tengah). Nyi Pohaci merupakan satu- satunya telur yang menjadi "manusia" di dunia atas, sedang dua telur yang lain ada di dasar segi tiga kita. Nyi Pohaci yang tumbuh di dunia atas ini, mati di dunia atas pula. Kematiannya karena dicintai "pembesar" atau "penguasa" dunia atas, Dewa Guru.

Maka ia dikirim ke dunia tengah dan menjadi segala jenis tanaman di sana. Dengan demikian, segala tanaman itu adalah wujud emanasi mahkluk dunia atas, karenanya sakral. Orang tidak boleh memperlakukan segala tanaman itu seenaknya sendiri, harus ada rasa hormat yang dalam untuk memanfaatkannya. Di sini terlihat bahwa Nyi Pohaci dimusuhi oleh dua asal kodratnya yang sama, Kalabuat dan Budugbasu. Tanaman dan hama itu sebenarnya merupakan dua pasangan antagonistik. Setiap kehidupan muncul, selalu ada pasangan kematiannya. Setiap ada tanaman, selalu ada hama perusaknya. Dua kenyataan berbalikan itu harus diterima manusia. Berkah dan malapetaka itu berasal dari sumber yang sama. Dalam saat yang demikian Yang Maha Wenang menganugerahkan pemecahanNya, yakni mengirimkan tiga pasangan pemusnah hama. Masing-masing Jaka Sadana, Sri Sadana dan Rambut Sadana, atau Sulanjana, Talimenar dan Talimenir. Dalam alam pikiran masyarakat Sunda- Islam, Kalabuat dan Budugbasu ada di bawah pimpinan Idajil.
Mitologi Nyi Pohaci mengajarkan bahwa semua tanaman yang memberikan manfaat hidup kepada manusia berasal dari dunia atas. Segala ancaman hama dan kerusakan itu berasal dari dunia tengah. Dunia manusia itu tidak sempurna, meskipun telah dihadirkan "yang sempurna" dari dunia atas. Kesempurnaan atau kebaikan semacam itu sebenarnya lebih bersifat rohani-adikodrati. Pola tiga ini distruktur dengan jalan "harmoni" Bawah-Atas terlebih dahulu.

Nyi Pohaci berasal dari setetes air mata Naga Anta yang bermakna rohani- adikodrati dunia bawah. Dari dunia bawah (bumi) dibawa ke dunia atas (langit), baru diturunkan ke dunia tengah manusia. Struktur hubungan bawah - atas - tengah ini terdapat di berbagai mitologi Sunda yang lain, misalnya pada wawacan Guru Gantangan. Nyi Pohaci adalah hasil harmonisasi dunia bawah dan dunia atas, sehingga lebih menekankan segi sakralitasnya, atau kesempurnaan dan kebaikannya.

Cara berpikir atas - bawah - tengah ini melambangkan bersatunya unsur bumi dan langit atau tanah dan air (hujan) dalam kehidupan orang peladang, yang akan menumbuhkan segala jenis tanaman yang dibutuhkan masyarakat Sunda. Di dunia tengah (manusia) berlaku hukum kausalitas, yakni segala tumbuhan akan subur kalau air hujan bertemu dengan tanah. Rusaknya tanaman juga terjadi karena hukum kausalitas, yakni dimakan hama. Tetapi terjadinya tiga butir telur dari tiga titik air mata di dunia bawah tidak berlaku hukum kausalitas, tetapi hukum spontanitas.

Bagaimana bisa dimengerti oleh manusia bahwa tiga tetes air mata dapat menjadi tiga butir telur. Dan tiga butir telur tiba- tiba menjadi tiga mahluk hidup, Kalabuat, Budugbasu, dan Nyi Pohaci?

Bagaimana pula dapat dipahami oleh hukum kausalitas dunia manusia, kalau tubuh Nyi Pohaci dapat menjadi berbagai jenis tumbuhan?

Semua itu terjadi atas dasar hukum rohaniah spontanitas (jadi, maka jadilah). Alam rohani itu bekerja bukan berdasarkan hukum sebab- akibat manusia. Manusia itu lahir akibat hubungan seksual lelaki dan perempuan. Tetapi Nyi Pohaci bukan hasil kerja seksual siapa pun. Nyi Pohaci itu berasal dari setetes air mata Dewa Anta, jadi seksual atau nonseksual, itulah sebabnya ia keramat. Dan yang keramat itu akan membawa berkat bagi manusia.

Jadi, mitos Nyi Pohaci mengandung hasil renungan pemikiran manusia Sunda lama tentang bagaimana asal-usul adanya segala macam tumbuhan yang amat bermanfaat bagi masyarakat Sunda. Bagaimana berbagai jenis padi itu ada. Bagaimana bambu itu ada. Bagaimana jenis tanaman merambat itu ada. Bagaimana pohon enau itu ada? Bahkan bagaimana rumput-rumput itu ada. Semua itu diperlukan orang Sunda setiap hari bagi kepentingan kelangsungan hidupnya.

Padi untuk makanan pokok. Tanaman merambat untuk makanan tambahan. Rumput untuk ternak. Bambu untuk rumah. Dari pohon enau diperoleh ijuk untuk atap rumah. Enau juga menghasilkan tuak untuk kepentingan upacara religi. Dan masih banyak lagi rinciannya. Semua itu dari mana asalnya? Tentu bukan dari usaha manusia sendiri. Semua itu hadir secara eksistensial berkat hukum spontanitas dunia rohani tadi. Tentu saja pola pikir yang demikian itu bukan monopoli manusia Sunda.

Semua mitologi umat manusia berpola demikian. Persoalannya bagaimana alam lingkungan yang tersedia bagi manusia Sunda diberi tanggapan lewat realitas kesadarannya (budaya). Alam lingkungan Sunda ditanggapi oleh manusia- manusianya dengan hidup berladang (huma). Pilihan hidup berhuma inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan eksistensial, dari mana tanaman padi yang ajaib itu (makanan pokok yang memungkinkan hidup terus berlangsung) berasal? Karena huma bergantung pada hujan, maka alamat langit sebagai "pemberi hujan" menjadi lebih penting dari bumi-tanah yang kering. dan "basah" (hujan) adalah asas "perempuan". Maka semua tumbuhan itu asalnya dari tubuh perempuan dunia atas, Nyi Pohaci.

Pemberi hidup itu adalah indung, ibu. Dan lelaki itu melengkapi.

Sumber:

0 komentar: